Saturday, October 1, 2011

the day i almost lost my son

Kejadiannya hari Jumat, 16 September 2011. Pulang dari shalat Jumat, suami dan anak saya ke restoran masakan Padang di pasar. Saya dan si bungsu Qila nggak ikut. Mereka pergi naik motor karena jarak dari rumah ke restoran itu lumayan jauh. Kalau nggak naik motor, biasanya naik angkot.

Sehari sebelumnya saya punya firasat bahwa anak pertama saya, Zidane, akan hilang. Saya nggak ngerti dari mana pikiran itu, tapi rasanya benar2 nyata firasat itu.

Restoran Padang ini letaknya di ruko. Di sebelahnya ada ruko yang jual mainan. Jadi, Zidane menclok di situ dan suami saya berpesan ke Zidane dia mau ke restoran Padang dulu. Terus, ternyata makanan yang mau dibeli suami saya nggak ada, jadi dia ke restoran Padang yang di sebelahnya lagi. Setelah Zidane puas cuci mata, dia mencari papinya. Ternyata papinya nggak ada di restoran Padang yang tadi! Entah ide dari mana, si kakak langsung jalan kaki sendirian dari ruko itu ke rumah! Diulang: jalan kaki sendirian lewat pinggir jalan raya!

Suami saya menelepon saya di rumah, ngasih tau kalau si Kakak terpisah dari dia. Saat itu saya merasa nggak terlalu shock, mungkin karena firasat sehari sebelumnya itu ya.. Tapi tetap rasa sedih, panik dan paranoid langsung menyerang. Setelah menutup telepon, saya langsung keluar rumah dengan menggendong Qila. Dan saat itu pula, Zidane berlari kecil ke arah saya dengan muka merah dan napas ngos-ngosan..

Ya Allah, terima kasih Engkau masih mempercayakan kami merawat anak-anak kami yang kami sayangi melebihi kami menyayangi diri kami sendiri ini. Kalau hari itu saya benar-benar kehilangan Zidane, saya tidak tahu saya akan jadi seperti apa hari ini..

Friday, September 23, 2011

Precious Past

It was Sunday, September 18th 2011 when I finally met my cousin from Holland. It was the first time, ever. She couldn't speak Bahasa, she didn't know who I am, we're totally strange to each other. But we're from the same blood. I wouldn't tell you the whole stories of my grandparents. But I will tell you with these nice pictures taken by my talented uncle.
My dad and my cousin's mother are brother and sister. They didn't live together as other family most did. There was mystery behind all of these stories that our grandparents hide. It's like rearrange the small puzzle pieces into one big picture. I have lots of my grandparents' pictures at my house.

Below: my dad on the left and my Opa Don on the right. Hmm they were riding a Mercedes Benz?



Below: my grandparents. They were absolutely look like Angelina Jolie and Brad Pitt, awesome!


And below are my Opa Don's grave pictures.. I always remember his whistle, his warm hugs and even his voice. I was 7 years old when he passed away. But I'm much luckier than my cousin, she never met Opa Don even once. But she said that his spirit is very strong and she can feel it.



At that day, I really miss my grandpa. His grave is in Kalibata, a special graveyard belongs to soldiers.

Thursday, September 22, 2011

Rowan Calmer Camisole

Saya jarang mendapat kesempatan untuk menyisihkan sedikit dari benang-benang yang saya jual (*curcol). Makanya, begitu rombongan kecil Rowan Calmer datang, saya sisihkan warna pink-nya 5 gulung. Bingung juga sih mau bikin apa. Tapi setelah saya pelototin buku pola Rowan Calmer, saya putuskan untuk membuat camisole. Ini adalah project baju dewasa saya yang paling pertama.

Jangan tanya lama pengerjaannya. Kira-kira sebulan hanya untuk model baju yang simpel seperti ini. Padahal knitting needle yang dipakai lumayan gede: 3.5, 4, dan 5mm. Sebetulnya di buku pola tidak disarankan pake 3.5mm, tapi supaya bagian bawahnya lebih ketat dan tidak gampang kedodoran, jadi saya pakai 3.5mm. Selama proses pengerjaan, rasanya eneg, karena motif diagonal di bagian samping kanan dan kiri mengharuskan saya terus memainkan cable needle. Rasanya bosan dan ribet. Tapi daripada ga selesai-selesai, jadi harus terus dijalanin.

Jujur, saya melakukan banyaaaak sekali kesalahan. Dalam hati selalu berdoa mudah-mudahan kesalahan itu tidak kelihatan, atau kalau kelihatan ya jangan sampai 'terlalu kelihatan'. Bagian yang paling saya tidak suka adalah finishing. Termasuk di dalamnya menjahit dan weave in ends. Tapi sekali lagi, demi memiliki setidaknya satuuu saja objek yang selesai, akhirnya memaksakan diri untuk finishing. Tadinya saya mau menambahkan tali i-Cord, tapi begitu selesai satu tali, saya males ngelanjutinnya. Oya, total benang yang terpakai sebanyak 3 gulung Rowan Calmer @50gr.

Dan begitu selesai, rasanya puas, senang, bahagia, tapi juga stress memandang ke cermin.. Kok tampak gak cocok ya?? Udah sit-up 60 kali, push-up 20 kali, tahan napas selama pake camisole nya, tetep aja keliatan maksa..

 Akhirnya, mungkin karena suami melihat saya malah stress begitu camisole nya selesai, dia beliin saya mannequin! Ohohoho senangnya, camisole bisa difoto dengan baik dan benar sekarang!


Thursday, September 8, 2011

needlecrafting: it's in the blood, a gift and a curse

Dari mana kemampuan merajutku berasal? Kursus? Salah.. Kemungkinan besar sudah ada sejak aku lahir. Menurut sejarah dalam keluarga, mama adalah crocheter dan bisa jahit lumayan mahir, dan oma adalah crocheter TANPA POLA yang bisa bikin doily nanas mulai dari alas gelas hingga taplak super besar dan jago dalam urusan jahit-menjahit.

Sayangnya Oma keburu wafat sebelum aku minta ilmunya diwariskan. Di rumahnya, segala macam doily bertebaran di sandaran sofa, meja, pinggiran sarung bantal dan guling, hampir di seluruh bagian rumah ada nanas crochet. Kapan2 kalo aku ke rumahnya, aku mau foto karya2 antiknya Oma. Yang paling bikin penasaran adalah, Oma pake benang apa, dan apa benangnya masih ada sisa.. *ngarepin warisan benang* Itu baru doily-doilynya. Belum lagi hasil jahitan dan bordirnya. Aku bingung, anaknya Oma ada 8 orang, mesin cuci belum ada, makanan instan belum ada, setrika masih pake arang, kapan ngerjain doily dan jahitannya? Hobby crochet Oma turun ke Mama. Kalo kemampuan bordirnya yang halus dan super rapi itu sayangnya tidak diwariskan ke anak-anaknya.

Awalnya Mama tidak langsung terjun ke dunia crochet, tapi mulai dari jahit dulu. Waktu aku kecil, Mama suka bikinin baju Barbie dengan kain katun motif macam-macam. Yang bikin aku senewen, baju Barbie nya selalu cuma punya 2 kancing; 1 di punggung, 1 di pinggang belakang; jadi pinggiran kainnya ada di belakang, tidak dijahit/disambung sama Mama, mengakibatkan pantat si Barbie beleleran kemana-mana. Dari jahit-menjahit, beralih ke cross-stitch/kristik. Wabah kristik ini sempat Mama tularkan ke aku yang waktu itu masih SD. Jaman dulu ga bisa beli kain aida yang bagus dan benang DMC, jadilah aida-nya diganti kawat nyamuk dan benang acrylic legendaris di Indonesia. Dari sekian banyaknya project, tidak ada satupun yang dipajang di rumah. Entah kemana semangatnya, dari 100 project, tidak ada satupun yang kelar dengan sukses.

Dari kristik beralih ke rug. Nah ini ada hasilnya; 1 rug ukuran keset dan 1 rug ukuran sedang. Ngerjainnya lagi-lagi ngajak-ngajak aku, dulu aku masih SMP. Tiap ngerjain rug rasanya kayak disetrap, orang maunya dengerin radio kok disuruh bantuin bikin karpet, mending beli jadi aja; itu pikiranku dulu. Habis itu, barulah Mama kenal crochet. Jadi, benang-benang bekas kristik, rug dan gulungan benang rajut numpuk di gudang. Yah, inilah kutukannya kalo punya hobby needlecraft. Harus siap-siap dan rela jadi penimbun.